Saturday 23 March 2013

Buramnya Julukan Pahlawan Devisa


Segala upaya dilakukan orang guna memenuhi nafkahnya dan keluarganya, bahkan banyak yang rela meninggalkan keluarga, karena harus merantau ke negeri orang dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan. Tenaga kerja Indonesia (TKI) merupakan sebutan bagi mereka yang bekerja di luar negeri, seperti Malaysia, negara-negara Timur Tengah, dan eropa.
Himpitan hidup yang semakin sulit dan minimnya lapangan pekerjaan menjadi penyebab utama yang mempengaruhi orang menjadi TKI. Hubungan kerja mereka pada umumnya untuk jangka waktu tertentu dengan upah (kontrak) sesuai mata uang negara setempat, yang tentunya lebih besar dari rupiah. 
Jenis perkerjaannya juga beragam, mulai dari buruh pabrik hingga pembantu rumah tangga (PRT) yang dilakoni TKI perempuan atau tenaga kerja wanita (TKW). Setiap tetes keringat mereka yang keluar memberikan konstribusi bukan hanya bagi TKI itu sendiri, namun bangsa ini.
Untuk itu, mereka dianggap sebagai pahlawan devisa, karena secara tak langsung turut memberi masukan bagi devisa negara ini. Hal itu terbukti, pada tahun 2006 saja, mereka mampu menyumbang devisa ke negara sebesar Rp. 60 trilyun.
Meski demikian, mereka sering mendapat perlakuan yang merugikan, bukan hanya di negara orang, namun di negeri mereka sendiri. Mulai dari penipuan, pungutan liar (pungli), tindak kekerasan, bahkan pelecehan seksual.
TKI sering menjadi ajang pungli bagi para pejabat kita dan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) sebagai agen yang mengirim mereka. TKI selalu mendapatkan pelayanan khusus dengan dalih untuk melindungi mereka, walaupun kenyataannya membuka peluang pungli. 
Pungli juga terjadi di KBRI/KJRI Malaysia, warga negara Indonesia yang kebanyakan TKI di negeri jiran ini, dibebani tarif pungli ketika ingin memperoleh layanan keimigrasian. Modusnya, dengan menerbitkan surat keputusan (SK) ganda.
Untuk SK yang pungutannya tinggi dibebankan ketika memungut biaya kepada masyarakat, sedangkan SK restribusi rendah digunakan saat menyetor kepada negara. Pungli itu, terkuak saat PPATK mencium aliran dana yang tidak wajar dari pegawai negeri di Konjen Penang pada Oktober 2005.
Pungutan serupa juga terjadi di KBRI Kuala Lumpur. Akibat pungli ini, sejumlah pejabatnya terseret ke meja hijau, termasuk mantan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Hadi A. Wayarabi, Kepala KJRI Penang, Erick Hikmat Setiawan dan Kepala Sub Bidang Imigrasi Konjen RI Penang, Khusnul Yakin Payapo.
Pemotongan Gaji
Selain pungli, juga terjadi pemotongan gaji secara ilegal. Hampir semua buruh migran Indonesia dipotong gajinya secara ilegal dengan dalih biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI.  Besarnya potongan bervariasi. Mulai dari tiga bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan. 
Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI merupakan bentuk perbudakan yang paling aktual di Indonesia, padahal banyak dari mereka diperlakukan tidak manusiawi oleh majikannya. Terutama TKW yang berprofesi sebagai PRT. 
Beberapa kasus yang melibatkan TKW, seperti kisah Ceriyati yang bekerja di Malaysia sebagai PRT. Dia mencoba kabur dari apartemen majikannya, karena tidak tahan terhadap siksaan yang dihadapinya. 
Dia berusaha turun dari lantai 15 apartemen dengan menggunakan tali dari rangkaian kain. Usahanya tersebut, kurang beruntung karena dia berhenti pada lantai 6 dan akhirnya harus ditolong petugas pemadam kebakaran setempat. 
Ternyata kisah dan gambarnya saat terjebak di lantai enam tak luput dari perhatian wartawan foto, sehingga sempat diabadikan menjadi headline di sejumlah surat kabar di Indonesia dan Malaysia. Rupanya aksi nekad ini, menyadarkan pemerintah kedua negara. Hikmah yang diambil dari peristiwa itu, adanya pengaturan yang salah dalam pengelolaan TKI.
Tak hanya Ceriyati yang mengalami kekejian majikannya, hal yang sama juga dialami Ruyati salah seorang TKW asal Bekasi, Jawa Barat yang mencari nafkah di Arab Saudi. Berbeda dengan Ceriyati, sikap yang diambil Ruyati lebih nekad lagi dengan membunuh majikannya.
Sankin geramnya, Ruyati membunuh majikannya, Khairiyah Hamid (64) dengan cara membacok kepala korban beberapa kali menggunakan pisau jagal. Tak hanya itu. Dia bahkan menusuk leher majikannya hingga tewas, karena tak tahan kekejaman yang sering dialaminya.
Setelah menghabisi nyawa korbannya, Ruyati melaporkan peristiwa itu kepada Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah. Akibat perbuatannya, pada 18 Juni 2011, dia pun menyusul majikannya karena dijatuhi hukum pancung oleh Kerajaan Arab Saudi.
Peristiwa di negara yang sama juga dialami Darsem, seorang TKW asal Subang, Jawa Barat. Dia juga membunuh majikannya dan terancam hukuman mati. Hukuman ini, diperingan karena membayar tebusan senilai Rp. 4,7 miliar. Rupanya, Darsem tak sepenuhnya bebas dari hukuman, meski telah membayar tebusan.
Lebih dari itu, seorang calo TKI, BZ (35) penduduk Medan menyebutkan, TKI dibagi dua sektor, yaitu kilang (pabrik) dan pembantu rumah serta perkebunan. Untuk pekerja pabrik, Pemerintah RI sudah menjalin MoU dengan keraajaan Malaysia.
Keberangkatan mereka jelas sangat resmi, karena menggunakan paspor 24 halaman. PRT hingga tahun 2013 belum ada kesepahaman antara kedua negara, meski sudah pernah dibahas, namun belum ada kesepakatan.
Hal itu, disebabakan maraknya penganiayaan terhadap TKI, begitu juga dengan pekerja sektor perkebunan. Eksploitasi perdagangan manusia untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga, pekerja perkebunan dan rumah makan secara ilegal masih terus berlangsung. 
Pemerintah Indonesia dan Malaysia menghentikan hubungan kerja sama untuk TKI khususnya PRT, karena sering terjadi tindak kekerasan yang dilakukan para majikan. Rata-rata TKI yang masuk akibat eksploitasi agensi yang mengiming-imingkan pekerjaan yang layak. Pada dasarnya, belum ada memiliki perjanjian antara yang membutuhkan (majikan, red) dengan agensi yang mencarikan pekerja tersebut.
Eksploitasi manusia itu, memiliki mata rantai satu sama lain. Antara lain, agensi pencari pekerja, pemberangkatan pekerja, oknum petugas imigrasi (Indonesia-Malaysia), dan agensi yang menerima. Daerah yang diduga sangat mudah, melalui Tanjung Balai Sumuatera Utgara dan Tanjung Karimun ke Port Klang, Malaysia.
Sejauh manakah perhatian Polri kita untuk memberantas dan menangkap agen penyalur illegal yang bertaburan di Sumatera Utara umumnya dan di Meddan umumnya, sesuai dengan beraninya mereka memasang iklan diberbagai koran? TKI kita terus diekspolitasi, tapi kenapa Polri tidak mencegahnya?

1 comments:


  1. Q kerja di Hongkong 3 THN dlu Amat trsiksa Majikan gak baik Tiap hari di marahin kerja terus 24 jam jarang istrahat tidur mlm Kerja sampe subuh pgi klo lagi libur sekolah sibuk masak" boro" bisa istrirahat, pokoknya kerja.. kerja truss... jd TKW Bikin kapok tersiksa batin 3 THN, kebetulan wktu itu ada teman Q kenal namanya Mbah Jenggot di facebook, awalnya Q ikut-ikutan melihat temanku, ternyata setelah kubuktikan hasilnya memang luar biasa..!! katanya sering di bantu sm beliau. ternyata dia seorang guru spritual Pesugihan Anka Togel 2D sampai 6D dan Pesugihan Dana Ghaib , tp Q beranikan diri coba telpon beliau. Tp Q memilih Pesugihan Dana Ghaib nya. Alhamdulillah benar2 terbukti nyata hasilnya, Q di Hongkong bisa pulang ke indonesia degan selamat jg dah Alhamdulilah 😇😇 jika ada teman minat ingin tlpn beliau ini nmr nya +6282291277145 smg bisa di bantu sprti Q. Amin...




    ReplyDelete